Sawi Hijau (Brassica
rapa var. parachinensis L.)
Sawi hijau (Brassica rapa var. parachinensis
L) merupakan jenis
sayuran yang cukup populer. Dikenal pula sebagai caisim, caisin, atau sawi
bakso, sayuran ini mudah dibudidayakan dan dapat dimakan segar (biasanya
dilayukan dengan air panas) atau diolah menjadi asinan.
Jenis sayuran ini mudah
tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi. Bila ditanam pada suhu sejuk
tumbuhan ini akan cepat berbunga. Karena biasanya dipanen seluruh bagian
tubuhnya (kecuali akarnya), dan sifat ini kurang disukai.
Perdagangan
internasional menyebut sawi hijau dengan sebutan green mustard, chinese
mustard, indian mustard ataupun sarepta mustard. Orang Jawa, Madura menyebutnya
dengan sawi, sedang orang Sunda menyebut sasawi. Petani kita hanya mengenal 3
macam sawi yang biasa dibudidayakan yaitu : sawi putih (sawi jabung), sawi
hijau, dan sawi huma. Sekarang ini masyarakat lebih mengenal caisim alias sawi
bakso. Selain itu juga ada pula jenis sawi keriting dan sawi sawi monumen.
Morfologi Sawi Hijau
Haryanto (1994) menjelaskan bahwa sawi hijau termasuk herba semusim yang mudah tumbuh. Perkecambahannya epigeal. Setelah
daun ketiga dan seterusnya akan membentuk setengah roset dengan batang yang cukup
tebal, namun tidak berkayu. Daun elips, dengan
bagian ujung biasanya tumpul. Warnanya hijau segar, biasanya tidak berbulu.
Menjelang
berbunga sifat rosetnya agak menghilang, menampakkan batangnya. Bunganya kecil,
tersusun majemuk berkarang. Mahkota bunganya berwarna kuning, berjumlah 4 (khas
Brassicaceae). Benang sarinya 6, mengelilingi
satu putik.
Buahnya menyerupai polong tetapi memiliki dua daun
buah dan disebut siliqua.
Sistematika Sawi Hijau
Kingdom :
Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Dilleniidae
Ordo : Capparales
Famili : Brassicaceae (suku sawi-sawian)
Genus : Brassica
Spesies : Brassica rapa var. parachinensis L.
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Dilleniidae
Ordo : Capparales
Famili : Brassicaceae (suku sawi-sawian)
Genus : Brassica
Spesies : Brassica rapa var. parachinensis L.
sumber : www.plantamor.com
Sawi Hijau (Brassica rapa var. parachinensis L) |
Jumlah Kromosom Sawi
Hijau Normal (Diploid)
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa Genus Brassica
memiliki beberapa spesies, yang masing-masing jumlah kromosomnya berbeda-beda. Brassica
rapa, atau yang
sering kita sebut dengan sawi hijau, biasa digunakan sebagai sayuran memiliki
jumlah kromosom diploid sebanyak 20 (2n = 20). Brassica nigra, yang lebih dikenal dengan black
mustard dimana bijinya digunakan sebagai rempah, memiliki kromosom diploid
sebanyak 16 (2n = 16). Brassica oleracea atau kol
memiliki jumlah kromosom diploid sebanyak 18
(2n = 18). Brassica juncea, adalah hasil
persilangan antara Brassica rapa dan Brassica nigra, bijinya
digunakan sebagai rempah atau yang dikenal dengan brown mustard, jumlah kromosom normalnya adalah 36
(2n = 36). Brassica napus,
adalah hasil persilangan dari Brassica rapa dan Brassica
oleracea, banyak digunakan sebagai sayuran dan bijinya
untuk menghasilkan minyak (bahan baku biodiesel), di alam tidak pernah
ditemukan Brassica
napus yang tumbuh liar di tempat yang dianggap menjadi
pusat keragamannya, yaitu di daerah Laut Tengah bagian timur, jumlah kromosom
diploidnya sebanyak 38 (2n = 38), dan yang terakhir adalah Brassica carinata,
merupakan jenis sesawi yang dibudidayakan setengah liar terutama di Ethiopia,
Brassica jenis ini adalah jenis yang paling sedikit dieksploitasi, namun demikian
biji dan daunnya juga dimanfaatkan masyarakat sebagai rempah dan sayuran (2n =
34). (Chang, 2008)
Syarat Tumbuh Sawi Hijau
Sawi bukan tanaman asli Indonesia,
menurut asalnya di Asia. Karena Indonesia mempunyai kecocokan terhadap iklim,
cuaca dan tanahnya sehingga dikembangkan di Indonesia ini.Tanaman sawi dapat
tumbuh baik di tempat yang berhawa panas maupun berhawa dingin, sehingga dapat
diusahakan dari dataran rendah maupun dataran tinggi. Meskipun demikian pada
kenyataannya hasil yang diperoleh lebih baik di dataran tinggi. Daerah
penanaman yang cocok adalah mulai dari ketinggian 5 meter sampai dengan 1.200
meter di atas permukaan laut. Namun biasanya dibudidayakan pada daerah yang
mempunyai ketinggian 100 meter sampai 500 meter dpl.
Tanaman sawi tahan terhadap air
hujan, sehingga dapat di tanam sepanjang tahun. Pada musim kemarau yang perlu
diperhatikan adalah penyiraman secara teratur. Berhubung dalam pertumbuhannya
tanaman ini membutuhkan hawa yang sejuk. lebih cepat tumbuh apabila ditanam
dalam suasana lembab. Akan tetapi tanaman ini juga tidak senang pada air yang
menggenang. Tanaman ini cocok bils di tanam pada akhir musim penghujan.
Tanah yang cocok untuk
ditanami sawi adalah tanah gembur, banyak mengandung humus, subur, serta pembuangan
airnya baik. Derajat kemasaman (pH)tanah yang optimum untuk pertumbuhannya
adalah antara pH 6 sampai pH 7.
Budidaya Sawi Hijau
Dalam bukunya, Rukmana (1994),
menjelaskan bahwasanya cara bertanam sawi sesungguhnya tidak berbeda jauh
dengan budidaya sayuran pada umumnya. Budidaya konvensional di lahan meliputi
proses pengolahan lahan, penyiapan benih, teknik penanaman, penyediaan pupuk
dan pestisida, serta pemeliharaan tanaman. Sawi dapat ditanam secara monokultur
maupun tumpang sari. Tanaman yang dapat ditumpangsarikan antara lain : bawang
daun, wortel, bayam, dan kangkung darat. Sedangkan menanam benih sawi ada yang
secara langsung tetapi ada juga melalui pembibitan terlebih dahulu.
Benih
Benih merupakan salah satu faktor
penentu keberhasilan usaha tani. Benih yang baik akan menghasilkan tanaman yang
tumbuh dengan bagus. Kebutuhan benih sawi untuk setiap hektar lahan tanam
sebesar 750 gram.
Benih sawi berbentuk bulat,
kecil-kecil. Permukaannya licin mengkilap dan agak keras. Warna kulit benih
coklat kehitaman. Benih yang akan kita gunakan harus mempunyai kualitas yang
baik, seandainya beli harus kita perhatikan lama penyimpanan, varietas, kadar
air, suhu dan tempat menyimpannya. Apabila benih yang kita gunakan dari hasil
pananaman kita harus memperhatikan kualitas benih itu, misalnya tanaman yang
akan diambil sebagai benih harus berumur lebih dari 70 hari. Dan penanaman sawi
yang akan dijadikan benih terpisah dari tanaman sawi yang lain. Juga
memperhatikan proses yang akan dilakukan misalnya dengan dianginkan, tempat
penyimpanan dan diharapkan lama penggunaan benih tidak lebih dari 3 tahun.
Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah secara umum
melakukan penggemburan dan pembuatan bedengan. Tahap-tahap pengemburan yaitu
pencangkulan untuk memperbaiki struktur tanah dan sirkulasi udara dan pemberian
pupuk dasar untuk memperbaiki fisik serta kimia tanah yang akan menambah
kesuburan lahan.
Tanah yang hendak digemburkan harus
dibersihkan dari bebatuan, rerumputan, semak atau pepohonan yang tumbuh. Dan
bebas dari daerah ternaungi, karena tanaman sawi suka pada cahaya matahari
secara langsung.
Sedangkan kedalaman tanah yang dicangkul sedalam 20 sampai 40 cm. Pemberian pupuk organik sangat baik untuk penyiapan tanah. Sebagai contoh pemberian pupuk kandang yang baik yaitu 10 ton/ha. Pupuk kandang diberikan saat penggemburan agar cepat merata dan bercampur dengan tanah yang akan kita gunakan. Bila daerah yang mempunyai pH terlalu rendah (asam) sebaiknya dilakukan pengapuran. Pengapuran ini bertujuan untuk menaikkan derajad keasam tanah, pengapuran ini dilakukan jauh-jauh sebelum penanaman benih, yaitu kira-kira 2 sampai 4 minggu sebelumnya. Sehingga waktu yang baik dalam melakukan penggemburan tanah yaitu 2 – 4 minggu sebelum lahan hendak ditanam. Jenis kapur yang digunakan adalah kapur kalsit (CaCO3) atau dolomit (CaMg(CO3)2).
Sedangkan kedalaman tanah yang dicangkul sedalam 20 sampai 40 cm. Pemberian pupuk organik sangat baik untuk penyiapan tanah. Sebagai contoh pemberian pupuk kandang yang baik yaitu 10 ton/ha. Pupuk kandang diberikan saat penggemburan agar cepat merata dan bercampur dengan tanah yang akan kita gunakan. Bila daerah yang mempunyai pH terlalu rendah (asam) sebaiknya dilakukan pengapuran. Pengapuran ini bertujuan untuk menaikkan derajad keasam tanah, pengapuran ini dilakukan jauh-jauh sebelum penanaman benih, yaitu kira-kira 2 sampai 4 minggu sebelumnya. Sehingga waktu yang baik dalam melakukan penggemburan tanah yaitu 2 – 4 minggu sebelum lahan hendak ditanam. Jenis kapur yang digunakan adalah kapur kalsit (CaCO3) atau dolomit (CaMg(CO3)2).
Pembibitan
Pembibitan dapat dilakukan bersamaan
dengan pengolahan tanah untuk penanaman. Karena hal tersebut dapat lebih
efisien dan benih akan lebih cepat beradaptasi terhadap lingkungannya.
Sedangkan ukuran bedengan pembibitan yaitu lebar 80 – 120 cm dan panjangnya 1 –
3 meter. Curah hujan lebih dari 200 mm/bulan, tinggi bedengan 20 – 30 cm.
Dua minggu sebelum di tabur benih,
bedengan pembibitan ditaburi dengan pupuk kandang lalu di tambah 20 gram urea,
10 gram TSP, dan 7,5 gram Kcl.
Cara melakukan pembibitan ialah sebagai berikut : benih ditabur, lalu ditutupi tanah setebal 1 – 2 cm, lalu disiram dengan sprayer, kemudian diamati 3 – 5 hari benih akan tumbuh setelah berumur 3 – 4 minggu sejak disemaikan tanaman dipindahkan ke bedengan.
Cara melakukan pembibitan ialah sebagai berikut : benih ditabur, lalu ditutupi tanah setebal 1 – 2 cm, lalu disiram dengan sprayer, kemudian diamati 3 – 5 hari benih akan tumbuh setelah berumur 3 – 4 minggu sejak disemaikan tanaman dipindahkan ke bedengan.
Penanaman
Bedengan dengan ukuran lebar 120 cm
dan panjang sesuai dengan ukuran petak tanah. Tinggi bedeng 20 – 30 cm dengan
jarak antar bedeng 30 cm, seminggu sebelum penanaman dilakukan pemupukan
terlebih dahulu yaitu pupuk kandang 10 ton/ha, TSP 100 kg/ha, Kcl 75 kg/ha.
Sedang jarak tanam dalam bedengan 40 x 40 cm , 30 x 30 dan 20 x 20 cm. Pilihlah
bibit yang baik, pindahkan bibit dengan hati-hati, lalu membuat lubang dengan
ukuran 4 – 8 x 6 – 10 cm. Atau dapat juga dilakukan penanaman dengan teknik
vertikultur dan hidroponik.
Pemeliharaan
Pemeliharaan adalah hal yang
penting. Sehingga akan sangat berpengaruh terhadap hasil yang akan didapat.
Pertama yang perlu diperhatikan adalah penyiraman. Penyiraman tergantung pada
musim, bila musim penghujan dirasa berlebih maka kita perlu melakukan
pengurangan air yang ada, tetapi sebaliknya bila musim kemarau tiba kita harus
menambah air. Bila tidak terlalu panas penyiraman dilakukan sehari cukup sekali
sore atau pagi hari.
Tahap selanjutnya yaitu penjarangan.
Penjarangan dilakukan 2 minggu setelah penanaman. Caranya adalah dengan
mencabut tanaman yang tumbuh terlalu rapat. Hal ini perlu dilakukan karena tanaman
yang tumbuh terlalu rapat akan bersaing untuk mendapatkan nutrisi dari tanah
sehingga tanaman itu tidak akan tumbuh dengan baik, misalnya tumbuh tinggi dan
warna daun pucat.
Kemudian tahap penyulaman.Yaitu
penggantian tanaman dengan tanaman baru. Caranya sangat mudah yaitu tanaman
yang mati atau terserang hama dan penyakit diganti dengan tanaman yang baru.
Penyiangan biasanya dilakukan 2 – 4
kali selama masa pertanaman sawi, disesuaikan dengan kondisi keberadaan gulma
pada bedeng penanaman. Biasanya penanaman. Apabila perlu dilakukan penggemburan
dan pengguludan bersamaan dengan penyiangan. Pemupukan tambahan diberikan
setelah 3 minggu tanam, yaitu dengan urea 50 kg/ha. Dapat juga dengan satu
sendok the sekitar 25 gram dilarutkan dalam 25 liter air dapat disiramkan untuk
5 m bedengan.
Panen dan Penanganan Pasca Panen
Dalam hal pemanenan penting sekali diperhatikan umur
panen dan cara panennya. Umur panen sawi paling lama 70 hari. Paling pendek
umur 40 hari. Terlebih dahulu melihat fisik tanaman seperti warna, bentuk dan
ukuran daun. Cara panen ada 2 macam yaitu mencabut seluruh tanaman beserta
akarnya dan dengan memotong bagian pangkal batang yang berada di atas tanah
dengan pisau tajam. Pasca panen sawi yang perlu diperhatikan adalah : Pencucian dan pembuangan kotoran, sortasi,
pengemasan, penyimpanan, dan pengolahan.
Hama dan Penyakit pada Tanaman Sawi Hijau
Hama
1. Ulat titik
tumbuh (Crocidolomia binotalis Zell.).
2. Ulat tritip (Plutella maculipennis).
3. Siput (Agriolimas sp.).
4. Ulat Thepa javanica.
5. Cacing bulu (cut worm).
2. Ulat tritip (Plutella maculipennis).
3. Siput (Agriolimas sp.).
4. Ulat Thepa javanica.
5. Cacing bulu (cut worm).
Penyakit
1. Penyakit akar pekuk.
2. Bercak daun alternaria.
3. Busuk basah (soft root).
4. Penyakit embun tepung (downy mildew).
5. Penyakit rebah semai (dumping off).
6. Busuk daun.
7. Busuk Rhizoctonia (bottom root).
8. Bercak daun.
9. Virus mosaik.
2. Bercak daun alternaria.
3. Busuk basah (soft root).
4. Penyakit embun tepung (downy mildew).
5. Penyakit rebah semai (dumping off).
6. Busuk daun.
7. Busuk Rhizoctonia (bottom root).
8. Bercak daun.
9. Virus mosaik.
tulisan ini bagus dan sangat memberikan info.. sayangnya
BalasHapuskenapa daftar pustakanya tidak dicantumkan? :)
iya, pustakanya mana ya?
BalasHapus